Ilmu Sosial Dasar
Suku Rote
Nama : Clarinta Azarine Fonda
Indriasih
Kelas : 1IA03
Fakultas : Teknik Industri
Jurusan : Teknik Informatika
NPM : 51415529
i
DAFTAR ISI
COVER.............................................................................i
DAFTAR
ISI...................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................1
1.1
LATAR BELAKANG.....................................1
1.2 TUJUAN...........................................................1
BAB 2
PEMBAHASAN...................................................2
2.1 ASAL-USUL
SUKU ROTE............................2
2.2 NENEK
MOYANG SUKU ROTE.................2
BAB 3 TRADISI SUKU
ROTE......................................3
3.1
PERKAWINAN SUKU ROTE.......................3
BAB 4 PENUTUP.............................................................5
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................6
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia memiliki banyak sekali suku.
Banyaknya keanekaragaman suku yang terdapat di Indonesia mulai dari Sumatra
hingga Papua tersebar luas di 33 provinsi di Indonesia. Di wilayah Indonesia
paling selatan, terletak kepulauan yang merupakan bagian dari wilayah
Indonesia, yaitu kepulauan Rote atau yang biasa disebut sebagai Pulau Roti
karena bentuknya yang menyerupai roti. Pulau ini dihuni oleh suku aslinya yaitu
Suku Rote. Suku Rote merupakan suku asli yang mendiami wilayah Kepulauan Rote,
Nusa Tenggara Timur. Suku ini mendiami wilayah Kepulauan Rote, Kabupaten Rote
Ndao dan sebagian pantai barat Pulau Timor. Daerah mereka termasuk dalam
wilayah Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Ada anggapan bahwa suku ini
sebenarnya berasal dari Pulau Seram, Maluku. Jumlah populasi Suku Rote di
Indonesia kurang lebih sekitar 88.000 jiwa.
1.2 Tujuan
1.
Mengetahui asal-usul Suku Rote
2. Mengetahui
filosofi kehidupan Suku Rote
3.
Mengetahui tradisi Suku Rote
1
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
Asal-Usul Suku Rote
Dalam buku Land Taal &
Volkenkunde Van Netherlands Indie (1854) dinyatakan bahwa
pada sekitar abad 3 sesudah penduduk mendiami Pulau Rote, disebelah utara Pulau
Rote muncul kapal-kapal Portugis sedang berlabuh dan mereka membutuhkan air
minum. Di pantai mereka bertemu seorang nelayan dan bertanya, “Pulau ini
bentuknya bagaimana?“ Nelayan ini menyangka bahwa mereka menanyakan namanya,
sehingga nelayan itu menjawab, “Rote“. Kapten (nakhoda) kapal Portugis ini
menyangka bahwa bentuk pulau itu Rote, segera ia menamakan pulau itu Rote.
Demikian seterusnya pulau ini disebut Rote.Dalam arsip pemerintah Hindia
Belanda pulau ini ditulis dengan nama “Rotti atau Rottij“ kemudian menjadi
“Roti“.
Orang
Rote kemungkinan berasal dari Pulau Seram, Maluku. Dengan merupakan salah satu
dari 20 nusak (kerajaan) di Rote Ndao serta pernah memiliki Raja Dengka:
1.
Tongah Kotek (1854-1858)
2.
Adoe Tongah (1859-1890)
3.
Paulus Adoe Toenggah (1891-1903)
4.
Alexander Toenggah (1907-1911)
5.
Alexander Paulus Toenggah (1907-1911)
2.2 Nenek
Moyang Suku Rote
Orang
Rote mengenal nenek moyang mereka berasal dari suku-suku Israel yang hilang
yang datang ke Maluku. orang-orang
Yahudi Alfuros (dari suku Gad), sebagian menyebar ke bagian barat, menyinggahi
pulau Rote dan menetap di Rote bagian timur di suatu daerah yang dinamai Beluba
dan di bagian barat daya Thie. Menurut para tokoh adat di Rote, mereka selalu
menyebut Pulau Seram dan Tidore sebagai tempat asal nenek moyang orang Rote.
Para leluhur tersebut datang secara bergelombang. Kisah para leluhur orang Rote
ini tidak terlepas dari kisah tiga bersaudara, yaitu Belu Mau, Sabu Mau, dan Ti
Mau. Belu Mau menetap di Belu setelah menyinggahi pulau Rote. Di Rote Timur,
Belu Mau memberi nama daerah itu ‘Beluba’ sekarang bernama Bilba. Di Beluba
(Bilba) pada jaman kolonial Belanda sudah pernah terbentuk satu Kerajaan kecil
bernama Kerajaan Beluba dengan Rajanya berjulukan ‘Mane Kaiyoe” dari suku
Kaiyoe. Belu Mau kemudian berlayar lagi ke pulau Timor dan dialah yang menjadi
nenek moyang orang Belu saat ini. Si bungsu, Ti Mau berlayar ke barat dan
menetap di Rote Barat Daya, daerah itu diberi nama Nusak Thie. Sedangkan Sabu
Mau meneruskan perjalanannya dan menetap di Pulau Sawu. Para leluhur menyebut
Pulau Rote sebagai Pulau Kale, dengan julukan Nusa Ne do Lino, artinya negeri
tenang dan damai.
2
BAB 3
Tradisi Suku Rote
3.1
Perkawinan
Suku Rote
Suku Rote menjunjung tinggi adat perkawinan sebagai salah satu
bagian penting di dalam kehidupan orang Rote. Dalam adat perkawinan suku Rote
yang unik, terdapat tahap-tahap sebagai berikut:
1. Peminangan
Peminangan diawali dengan pembawaan mbotik (tempat sirih pinang)
di pagi hari oleh ti’i (bibi dari pihak lelaki) ke rumah pihak perempuan. Ti’i
menunggu hingga gadis yang akan dipinang bangun (ndao ndao). Kemudian, orang tua
gadis akan menyapa “au mai sangga bei bara haik” (saya datang mencari tenaga
kerja) dan jika disetujui, dijawab oleh keluarga perempuan, “felasik ala mai”
(silakan orang tua datang). Pada tahap peminangan ini, pihak lelaki
mengumpulkan seluruh keluarganya sebagai keluarga penerima perempuan (bapa te’o
mama te’o) dan keluarga pemberi perempuan (bei huk to’o huk).
Gambar 1: baju adat
2. Peminangan secara
resmi
Keluarga lelaki datang dengan rombongan yang berjumlah ganjil,
biasanya 5-7 orang. Tahap ini membahas belis dan pembayaran/pengantarannya.
Pihak lelaki memiliki acara tu’u belis tu’u belis di mana seluruh keluarga
lelaki diundang dan mengumpulkan sumbangan belis, dimulai dari mendaftar
keluarga yang akan diundang, membicarakan sumbangan yang akan diberikan, dan
menyerahkan sumbangan belis.
3. Pengantaran belis
Pengantaran belis dilakukan sesuai kesepakatan waktu kedua belah
pihak dan penyerahannya dilakukan dengan mengucapkan kata-kata penyerahan dan
kata-kata penerimaan.
3
4. Terang Kampung
Terang Kampung adalah proses pengukuhan oleh imam adat sebagai
pemimpin upacara perkawinan. Upacara perkawinan dalam Terang Kampung dinamakan
Natu du sasook, yang merupakan sebuah pemberitahuan bahwa lelaki dan perempuan
tersebut telah resmi sebagai suami istri. Upacara ini disertai dengan pesta
yang mengundang kerabat dan kenalan. Pada pagi harinya, pengantin perempuan
diantar ke rumah penganti lelaki (Napora atau dode).
Dalam pemilihan perempuan untuk menjadi istrinya, seorang lelaki
Rote harus memperhatikan ungkapan berikut:
Tu titino
Sao mamete
Tu sangga duduak
Sao sangga safik
Fo ana tea bae nggi leo
Mba ana kula haba
babongkik
Yang artinya:
Kawin selidiki baik-baik
Kawin harus diteliti
Kawin harus mencari
pikiran yang sama
Kawin untuk menyatukan
hati
Agar dapat mempersilakan
sirih kepada
Kerabat dan handai
taulan.
Dengan demikian, lelaki Rote berhati-hati dalam memiliki perempuan
yang akan dijadikan istrinya.
4
BAB 5
PENUTUP
Suku
Rote merupakan salah satu dari ragam suku yang terdapat di Indonesia. Indonesia
memiliki banyak sekali suku dan budaya yang tersebar di seluruh 33 provinsi di
Indonesia. Suku Rote merupakan suku asli yang mendiami wilayah Kepulauan Rote,
Kabupaten Rote Ndao di provinsi Nusa Tenggara Timur. Secara kekerabatan, mereka
tergabung ke dalam clan-clan yang disebut leo. Menurut sistem kepercayaan,
mayoritas penduduk Suku Rote di Nusa Tenggara Timur menganut agama Protestan,
Katolik dan Islam. Masyarakat Suku Rote dikenal menjunjung tinggi
kegiatan-kegiatan sosial seperti pernikahan, kematian, kelahiran dan ulang
tahun. Salah satu kegiatan sosial yang paling dijunjung tinggi oleh Suku Rote
adalah pernikahan diamna dalam pernikahan Orang Rote, mereka memiliki beberapa
tradisi yang unik.
5
DAFTAR
PUSTAKA
6
0 komentar:
Posting Komentar